Jumat, 10 Agustus 2007

TURNAMEN BOLA BEKEL


Permainan tradisional mulai banyak ditinggalkan. Salah satunya permainan bola bekel. Padahal permainan tersebut lebih banyak menggunakan gerak motorik. Selain itu, permainan yang dimainkan secara tim ini, sebagai sarana efektif untuk anak dalam belajar bersosialisasi. Olehnya itu, PII Wati kembali membangkitkan minat masyarakat khusunya anak-anak untuk gemar dengan permainan tradisional dengan menggelar turnamen bola bekel. Kegiatan ini diikuti oleh pelajar putri Sekolah Dasar se-Malang Raya.

DUTA TANAM SEKOLAH


Kecil Menanam, Besar Memanen.....
Kepedulian terhadap lingkungan perlu ditanamkan sejak usia dini. Korpus Korps PII Wati bekerja sama dengan Kementrian Kehutanan RI serta PERHUTANI membagikan 500 bibit pohon kepada pelajar putri. Sebagai duta tanam, mereka diharapkan mensosialisasikan kepada teman sebaya pentingnya menjaga dan peduli terhadap lingkungan. Ditunjukkan dengan gemar menanam pohon di sekitar lingkungan rumah, sekolah, masjid, taman bermain dan sebagainya.
Kalau semangat ini kemudian mampu ditularkan dengan baik ke lingkungan sekitar, maka kelestarian alam tetap akan terjaga. SELAMAT MENANAM!

Sabtu, 28 Juli 2007

HARI LAHIR KORPS PII WATI KE-43


KOORDINATOR PUSAT KORPS PII WATI
PELAJAR ISLAM INDONESIA
SAMBUTAN
“HARI LAHIR (HARLAH) KORPS PII WATI KE-42”

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Alhamdulillahi rabbil alamin, lafadz syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang senantiasa tercurah pada kita semua. Dengan nikmat itu pulalah, kita masih diberi kekuatan dan keistiqomahan untuk berhimpun dalam wadah Badan Otonom Korps PII Wati sebagai pilihan wadah gerakan dakwah kita. Tak lupa Shalawat serta salam kepada qudwah dan uswah sepanjang zaman, baginda Rasulullah SAW. Semoga kita senantiasa mencontoh dan meneladani beliau dalam keseharian kita sebagai asktivis dan kader PII Wati.
“ Barang siapa berbuat amal shalih dari laki-laki dan permpuan dan ia mukmin, maka pasti akan Kami berikan kehidupan yang baik, pasti akan memberikan pahala pada mereka dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. An-Nahl : 97)

Sahabat-sahabat PII Wati se-tanah air
Tantangan dakwah semakin besar menghadang. Hegemoni budaya barat sebagai implikasi dari globalisasi menjadi tantangan tersendiri yang tidak bisa kita nafikan telah megikis karakter pelajar putri. Didukung perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin luas dan canggih, menjadikan dunia seolah tanpa batas. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebenarnrya tidak lantas membuat kita menjadi apriori terhadapnya. Sebab kemajuan ini di satu sisi berkontribusi positif dalam pengembangan kapasitas dan wawasan masyarakat khususnya pelajar putri. Akan tetapi di sisi lain perkembangan ini berekses secara tidak langsung menjadi alat perantara yang telah mengubah tatanan nilai dan pola pikir masyarakat. Sebagai contoh, sensualitas tubuh perempuan kemudian tereksploitasi di media dalam bentuk film, sinetron, iklan atas nama kreativitas. Tidak heran media (televise, majalah, koran, internet) kemudian menjadi sarania penyebarluasan pornografi dan pornoaksi. Pola hidup masyarakat pun menjadi lebih hedonis, pragmatis dan matrealistis. Dalam hal ini pelajar putri menjadi objek yang strategis. Akibatnya tak sedikit yang akhirnya terseret dalam perilaku menyimpang seperti seks bebas, lalu hamil dan akhirnya memilih aborsi sebagai jalan pintas. Sangat disayangkan, sebab pelajar putri meruapakan salah satu elemen penerus estafeta perjuangan sekaligus pewaris peradaban di bumi. Namun apa jadinya bila kemudian pelajar putri tidak mampu mengusungnya.

Fenomena terhadap semakin besarnya tantangan dakwah, tidak kemudian menjadikan kita lemah semangat dan putus asa. Akan tetapi menuntut kita untuk bearada di tengah-tengah masyarakat dan melakukan perubahan. Sebagaimana firman Allah SWT
“ Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, melainkan ia merubah dirinya sendiri”

Hendaknya kader dan aktivis korps PII Wati justru semakin memantapkan langkah memberikan pelayanan dan peran ril serta bertindak sebagai problem solver, bukan sebaliknya. Oleh karena itu kader dan aktivis Korps PII Wati juga hendaknya harus selalu mengembangkan dan memperbaiki diri menjadi sosok pribadi yang shalih secara pribadi maupun social, sehingga terbentuk profil muslimah yang ideal dalam konteks diri pelajar putri sebagai anak, calon istri dan ibu.

Kader dan aktivis Korps PII Wati yang saya cintai

Ada 3 karakter yang setidaknya menjadi kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang kader PII Wati dalam memainkan peran dan tanggung jawabnya dalam mengemban amanah Korps PII Wati pada level manapun (Korda,Korwil dan Korpus). Yakni menjadi kader yang cerdas, kreatif dan transformative.
Cerdas, diukur dengan memiliki keluasan wawasan, ketajaman pikir, kedalaman ilmu, serta menjadi seorang analisator. Sebab dengan tolok ukur tadilah, kita mampu memetakan kondisi masyarakat dan sasaran dakwah kita secara akurat dan objektif. Maka sudah selayaknya membaca, diskusi dan menulis tidak lepas dari aktivitas keseharian kader dan kativis PII.
Kreatif , diukur bilamana seorang kader mampu melihat persoalan yang ada dan mampu berkreasi menciptakan perancangan-perancangan sebagaai tawaran program yang solutif terhadap persoalan yang ada serta terhadap kebutuhan pelajar putri. Kader dan aktivis kreatif tidak berpikiran mundur dan kaku, tapi senantiasa melihat sesuatu dalam berbagai perspektif sehingga kaya akan ide karenanya serta menjadikan kita lebih arif adalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.

Transformatif, sebagai sebuah kompetensi yang sedianya menjadi citra kader dan aktivis Korps PII Wati. Hal ini berarti kita harus hadir di tengah-tengah pelajar putri dan sebagai seorang transformator yang membawa misi perubahan dan memberi kemanfaatan sebesar-besarnya pada masyarakat khusunya pelajar putri. Oleh karena itu, hendaknya kader dan aktivis Korps PII Wati memiliki daya imunitas yang kuat baik dari sisi ruhiyah, jasadiyah maupun fikriyah mengingat perannya sebagai aktivis, transformator dan da’iyah.

Kader dan aktivis Korps PII Wati se-tanah air.
Kini, 43 tahun BO Korps PII Wati berkiprah dalam kancah gerakan dakwah yang memfokuskan diri pada pembinaan pelajar putri sebagai basisi gerakannya. Dalam mewujudkan cita-citanya untuk mewujudkan kader muslimah pemimpin yang dapat melakukan misi transformasi pendidikan dan kebudayaan dalam konteks ke-islaman. 43 tahun bukan waktu yang cukup singkat untuk tetap eksis berkarya. Dalam kurun waktu tersebut suka dan duka mewarnai dinamika perjuangannya.

Momentum Hari Lahir ( Harlah ) Bo Korps PII Wati, hendaknya menjadi sumber kekuatan baru bagi kita untuk menyongsong hari esok. Spirit untuk membenahi diri sehingga lebih siap dan lebih produktif berkarya untuk ummat. Sehingga peran PII Wati tidak lagi hanya sebatas wacana yang marak diperbincangkan tapi telah menjadi kerja-kerja nyata. BO Korps PII Wati sudah saatnya kembali tampil di garda depan, saling berangkul dan bersinergi dengan elemen-elemen lainnya yang memiliki kesamaan visi dan misi untuk maju bersama. Dengan semangat Harlah rapatkan barisan, perkokoh ukuwwah sebab ummat menanti kerja nyata kita. Selamat Harlah ke-43 semoga berjaya di dunia, berjaya diakhirat. Allahuakbar
Jakarta, 31 Juli 2007
Korpus Korps PII Wati
Periode 2006-2008
Nur Amelia
Ketua

Kamis, 26 Juli 2007

MUSLIMAH PEPIAT


Annual General Meeting, Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara kembali digelar di Grand Cempaka Jakarta mulai tanggal 21-24 Juli 2007.
Dalam kegiatan tersebut dibentuk pula sebuah badan dengan nama MUSLIMAH PEPIAT, yang dipelopori oleh Korps PII WATI (Indonesia), PKPIM HEWI (Malaysia) dan juga Kohati (Indonesia).
Selain menetapkan sdr Zaid markarma sebagai Sekjend PEPIAT, Muzakkir Jabir dan Mohd. Hilmi ramli sebagai Wasekjend. Ditetapkan pula Nur Amelia sebagai koordinator Muslimah PEPIAT.
Semoga menjadi semangat baru dalam nafas perjuangan ISLAM dan menjadi satu mata rantai kebangkitan pelajar putri di Asia Tenggara.

PERDAGANGAN PEREMPUAN : Sebuah Kekhawatiran!


Arus kapitalisme yang berjalan beriringan dengan globalisasi, mengantarkan manusia menjadi matrealistis. Tak dapat disangkal, bahwa industrialisasi sebagai salah satu cirinya menunjukkan perkembangan yang semakin pesat. Berbagai komoditi dijadikan sebagai objek dalam indutrialisasi tersebut dan berdampak terhadap kreativitas manusia dalam menemukan jenis komoditi yang dapat mendatangkan banyak keuntungan (uang). Tata nilai kemudian terpinggirkan dan Hak Asasi Manusia (HAM) pun tidak lagi dijunjung tinggi.
Salah satu kreativitas bebas nilai yang ditemukan oleh manusia, adalah menjadikan manusia sebagai komoditi industri. Manusia diperdagangkan, diperjualbelikan, seperti layaknya komoditi lain. Sederhananya, manusia berdagang manusia. Dalam sistem yang terorganisir, manusia masuk dalam industri perdagangan manusia yang berlangsung tidak hanya dalam negara saja, tapi juga melewati lintas batas negara.
Hingga hari ini, perdagangan manusia masih menjadi isu global yang mengemuka. Dalam perkembangannya, perdagangan manusia adalah bentuk modern perbudakan yang luas terjadi di seluruh dunia. Memperdagangkan manusia adalah industri kejahatan terbesar kedua di dunia setelah perdagangan obat terlarang dan merupakan yang tercepat pertumbuhannya. Menurut Laporan Perdagangan Manusia Amerika Serikat 2004, 5.564 perempuan ditangkap dan ditahan di Malaysia karena dicurigai melakukan prostitusi dan mereka adalah korban perdagangan manusia.. Sedangkan dalam catatan Asian Development Bank, pada tahun 2003 sebanyak satu sampai dua juta manusia diestimasi telah diperdagangkan di seluruh dunia. Sebagian besar dari negara miskin dan berada pada tahap berkembang.
Dalam aktivitas perdagangan manusia tersebut, perempuan juga telah menjadi bagian dari komoditas yang dieksploitasi. Fakta membuktikan bahwa perempuan telah dieksploitasi sedemikian rupa. Dalam kondisi seperti ini, anak-anak bangsa menjadi kehilangan tokoh ibu yang bisa dijadikan pujaan dan kebanggaan. Dunia kehilangan figur perempuan yang mulia. perempuan-perempuan yang diperlakukan seperti barang dagangan.
Dalam penelitian Anatona Guno mengenai perbudakan dan perdagangan di kawasan Selat malaka dalam kurun waktu tahun 1786-1980, perempuan menjadi komoditas yang menarik karena mempunyai harga jual yang lebih tinggi daripada laki-laki. Perempuan yang diperdagangkan ini ditujukan untuk keperluan sebagai buruh, pelacuran dan dijadikan istri, dengan melibatkan berbagai kelas sosial, etnis, dan golongan. Permintaan pasar tehadap komoditi perempuan jauh lebih besar dibandingkan permintaan pasar terhadap laki-laki. Itulah sebabnya perempuan yang menjadi korban perdagangan manusia jauh lebih besar dibandingkan laki-laki. Sebagai komoditi, perempuan lebih sering dijadikan pekerja seks dalam industri prostitusi dimana konsumen dalam industri ini didominasi oleh laki-laki. Industri prostitusi merupakan permintaan paling banyak dalam kasus perdagangan perempuan. Tetapi tidak hanya itu, perempuan diperdagangkan juga untuk dijadikan budak, buruh dan bahkan untuk kepentingan penjualan organ tubuh. Berbeda dengan laki-laki, jumlah permintaan pasar untuk menjadikan laki-laki sebagai komoditi relatif lebih kecil karena peruntukkan komoditi laki-laki terutama hanya untuk dipekerjakan sebagai buruh kasar (bangunan, pabrik). Dengan kata lain, peruntukkan komoditi laki-laki dalam perdagangan manusia, sebagian besar hanya untuk dieksploitasi tenaganya.
Dilandasi oleh faktor kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan dapat menggeser manusia untuk bisa bertahan dalam tantangan arus globalisasi. Masyarakat yang pragmatis menjadikan perempuan sebaagi aset yang menghasilkan uang. Apalagi oleh masyarakat di negara miskin. Perempuan dianggap sebagai kelompok kelas kedua (subordinate), sementara laki-laki sebagai pemilik kekuasaan despotik terhadap perempuan yang bisa melakukan apa saja. Termasuk memperdagangkan perempuan. Kondisi ini akhirnya menempatkan anak perempuan dalam keterpaksaannya, untuk dijadikan komoditi. Di Asia, seringkali perempuan yang diperdagangkan buta huruf, dari desa terpencil, miskin, etnis minoritas dan kasta terbawah.
Pada bulan Oktober 2006, Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan menyebutkan ada 18 perempuan Indonesia dari berbagai daerah yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial ke Jepang, padahal menurut janji awal mereka akan menjadi duta seni sebagai penari. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP) Meutia Hatta juga mengatakan, diperkirakan jumlah korban perdagangan manusia dengan modus sama mencapai lebih dari 1.000 perempuan dan Jepang diduga bukan satu-satunya negara tujuan. Indonesia sendiri termasuk negara tier ke-3 dalam laporan perdagangan manusia 2002. Berdasarkan laporan Depertemen Luar Negeri Amerika Serikat tahun 2001 mengenai Perdagangan Manusia, bahwa Indonesia bersama 22 negara lainnya dipandang sebagai sumber perdagangan manusia, baik untuk kepentingan dalam negeri maupun mancanegara.
Salah satu tujuan perdagangan manusia adalah memasukkan perempuan dalam industri prostitusi. Di Thailand pada tahun 1993, diperkirakan 20.000 perempuan Burma terlibat sebagai pekerja seks di dalamnya., selain berasal dari Burma tercatat pula bahwa 80 ribu perempuan dari provinsi Yunan di Cina dikirim ke Thailand. Sementara di Malaysia Timur banyak pula perempuan Indonesia menjadi pekerja seks dalam industri prostitusi. Begitupula dengan Ukraina, sekitar 500 ribu wanita dan anak-anak dari negeri ini diselundupkan ke negara-negara Eropa. Komisi HAM PBB melaporkan, sekitar10 ribu anak-anak perempuan diselundupkan dari Myanmar ke Thailand. 40 persen pekerja seks anak di Kamboja di datangkan dari Vietnam. UNICEF juga melaporkan bahwa di Taiwan, sekitar 100 ribu remaja putri terlibat dalam industri prostitusi. Korban dalam industri prostitusi ini, sebagian besar merupakan korban perdagangan perempuan.
Dalam banyak kasus perdagangan manusia yang terjadi, seringkali korban dipaksa dengan modus penculikan. Tak sedikit pula korban berada dalam jeratan utang, sehingga dalam keadaan terpaksa mau dijadikan tebusan utang yang tidak dapat dibayar. Modus lain, korban ditipu dengan akan dipekerjakan di luar negeri sebagai buruh migran. Dalam modus penipuan, seringkali melibatkan orang terdekat seperti keluarga, tetangga dan tokoh masyarakat setempat. Seperti pada salah satu contoh kasus yang terjadi pada gadis yang masih berusia 17 tahun di Indonesia, ia diajak oleh bibinya untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Tapi pada akhirnya ia dibawa ke lokasi prostitusi, bahkan dipaksa dan dianiaya untuk menjajakan seks. Studi tentang pekerja seks di india, bahwa 33 persen dipaksa masuk dalam industri prostitusi karena ajakan keluarga dekat.
Tidak hanya prostitusi yang menjadi tujuan utama dalam perdagangan perempuan. Mereka yang diperdagangkan akan dipaksa menjalani aktivitas sebagai berikut:
Peredaran narkotika, Mail order bride, Child sex tourism (kasus untuk anak perempuan), Buruh migran (pembantu rumah tangga, buruh pabrik) dengan upah murah, Eksploitasi organ tubuh, Kurir narkoba, Adopsi ilegal, Pengemis jalanan dan tindakan serupa perbudakan.
Perdagangan perempuan sebagai aktivitas dalam trafficking in humanity lintas batas negara, sudah seharusnya menjadi perhatian yang serius dari masyarakat internasional mengingat semakin banyaknya kasus yang terjadi.

Oleh : Nur Amelia
Ketua Korpus Korps PII Wati
Salah Satu kegiatan Sosial
dan Pelayanan Pada Masyarakat
Pengobatan gratis saat banjir melanda Jakarta

SEBUAH ASA UNTUK KORPS PII WATI KITA



“ Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Q.S. Muhammad : 7 )

“ Barang siapa berbuat amal shalih dari laki-laki dan permpuan dan ia mukmin, maka pasti akan Kami berikan kehidupan yang baik, pasti akan memberikan pahala pada mereka dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. An-Nahl : 97)

Sejak kelahiran PII Wati 31 Juli 1964, merupakn rentan waktu yang cukup panjang bagi Korps PII Wati dalam memainkan kiprahnya sebagai salah satu Badan Otonom dalam tubuh Pelajar Islam Indonesia (PII ) yang mengkhususkan diri dalam melakukan pembinaan terhadap kader-kader puteri menuju profil ideal kader muslimah pemimpin yang sadar akan fitrah dan perannya sebagai seorang pelajar puteri, sekaligus sebagai anak dalam keluarga serta kelak sebagai istri dan ibu. Spirit inilah yang dibawa oleh Korps PII Wati dalam menapaki sejarah perjuangannya dalam menyiapkan kader puteri yang siap mengusung perubahan dalam membangun peradaban untuk mewujudkan kejayaan islam dan ummat islam di muka bumi dalam rangka menuju ”Bhaldatun Tayyibatun wa Rabbun Ghafuur” sehingga islam dapat menjadi rahmat bagi semesta alam.

Lahirnya BO Korps PII Wati sejak tahun 1964, dimaksudkan sebagai wadah aktualisasi bagi kader-kader puteri (PII Wati) untuk turut terlibat aktif mengerahkan potensi yang dimiliki agar dapat berkarya, memberikan peran nyata bagi ummat. Dalam perjalanannya, banyak dinamika yang kemudian mewarnai pergerakan BO Korps PII Wati. Pada beberapa forum nasional, wacana peleburan pun kian hangat. Namun pada akhirnya, pada forum Muktamar Nasional yang baru saja diselenggarakan di kota Ambon, memutuskan bahwa keberadaan BO Korps PII Wati masih diperlukan eksistensinya dalam membantu pencapaian misi Pelajar Islam Indonesia (PII) ke depan.

Realitas yang ada, sudah seharusnya menjadi bahan perenungan bagi kita semua untuk menyadari sejauh mana kontribusi yang telah kita berikan. Sekaligus harus menjadi pemacu bagi BO Korps PII Wati pada berbagai tingkatan eselon untuk mematangkan diri korps, mengembangkan kualitas pengurus, intensif dalam melakukan pembinaan dan kaderisasi juga lebih kreatif serta inovatif dalam menjalankan programnya.

Korps PII Wati hendaknya memperbaharui semangat sebagai kekuatan baru bagi kita untuk menyongsong hari esok. Spirit untuk membenahi diri sehingga lebih siap dan lebih produktif berkarya untuk ummat. Sehingga peran PII Wati tidak lagi hanya sebatas wacana yang marak diperbincangkan tapi telah menjadi kerja-kerja nyata. BO Korps PII Wati sudah saatnya kembali tampil di garda depan, saling berangkul dan bersinergi dengan elemen-elemen lainnya yang memiliki kesamaan visi dan misi untuk maju bersama. Apalagi ditengah kondisi saat ini, dimana perempuan terutama pelajar puteri hampir kehilangan jati diri sebagai seorang pelajar yang terdidik, bermoral dan berkhlak. Sehingga tidak sedikit dari pelajar puteri yang kemudian terjerumus pada perilaku amoral dan jauh dari nilai-nilai islam. Sebut saja aborsi yang kian marak melanda banyak pelajar puteri, penggunaan narkotika, free sex, pola hidup hedonis serta bentuk-bentuk perilaku lain yang sudah saatnya ditanggulangi bersama. Kondisi seperti inilah yang harus membuka mata kita, bahwa mereka (Pelajar/kader-kader puteri) menanti pembinaan BO Korps PII Wati.

Harapan kita bersama bahwa BO Korps PII Wati ke depan diberi keteguhan oleh Allah SWT untuk bisa mengemban amanah mulia ini. Lebih dari itu, BO Korps PII wati diberi kemudahan oleh-NYA untuk mewujudkan apa yang dicitakan bersama.






PROFIL KORPS PII WATI



Latar Belakang Pembentukan

Gagasan pembentukan Korps PII Wati lahir di Training Centre Keputrian PII se-Indonesia yang dilaksanakan 20 sd 28 Juli 1963 di Surabaya. Kemudian dalam sidang keputrian Muktamar PII X bulan Juli 1964 di Malang, disajikan 2 prasaran yang mengantarkan terbentuknya secara resmi lembaga Korps PII Wati.
Adapun kondisi yang melatarbelakangi lahirnya Korps PII Wati terkait dalam muqadimah Peraturan Dasar Korps PII Wati adalah :

Bahwa perkembangan hidup dan prikehidupan umat Islam Indonesia di dalam menuju Izzul Islam wal Muslimin telah sampai suatu taraf dimana PII sebagai kader revolusi dan kader umat Islam memegang peranan penting dan utama di dalamnya.
Bahwa dalam mengemban amanat tersebut, tidak berbeda tugas dan tanggung jawab antara putera dan puteri, kecuali sesuai dengan fitrahnya masing-masing.
Bahwa PII didalam melaksanakan kewajiban tersebut, besarlah peranan PII Wati di dalamnya. Peranan ini perlu dipelihara, dikembangkan, dan dikekalkan dengan menciptakan
konkritisasi, harmonisasi, dan kristalisasi dari pada warganya, ….(PRT Dasar Korps PII Wati, 1964).

Status

Korps PII Wati merupakan bagian dari Pelajar Islam Indonesia (PII) dengan status Badan Otonom.

Tujuan

Terbentuknya kader-kader pelajar muslimah pemimpin yang mampu mengemban misi transformasi pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam.

Fungsi dan Usaha

Fungsi dari Korps PII Wati adalah :
1. Sebagai wadah untuk membentuk dan membangun karakter pelajar muslimah pemimpin.
2. Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan potensi, citra dan peranan pelajar puteri
3. Sebagai wadah untuk membangun jaringan secara mandiri.
4. Sebagai wadah untuk mentransformasikan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah :
1. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan prinsip-prinsip Islam
2. Meningkatkan keilmuan, wawasan dan mentalitas pemimpin.
3. Meningkatkan pembinaan kekaryaan di masyarakat.
4. Terlibat aktif dalam masalah-masalah pelajar puteri dan perempuan pada umumnya.
5. Membina dan mengembangkan kesadaran PII Wati sebagai agen perubah di masyarakat.

Talk Show
" Perempuan Membangun Pendidikan Berkarakter"
Sebagai wujud kepedulian Korps PII Wati untuk
memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan mutu pendidikan Indonesia dan sejauh mana peran perempuan di dalamnya.
Hadir sebagai pembicara
1. ibu Yoyoh Yusro (DPR RI)
2. ibu Yanti (Keluarga Peduli Pendidikan)
3. nur Amelia (Ketua Korpus Korps PII wati)

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Membicarakan remaja akan selalu menarik, semenarik untuk menegaskan siapakah remaja tersebut. Secara umum remaja diidentifikasikan sebagai sosok yang sedang mengalami perubahan baik biologis maupun psikologisnnya atau masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Menyelami dunia remaja kita akan melihat perubahan, perubahan biologis dan psikologisnya termasuk di dalamnya peran sosiologis dimana remaja minta diakui keberadaanya sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Perubahan biologis remaja terlihat dari pertumbuhan fisiknya yang begitu pesat. Pertumbuhan fisik mulai tampak dengan semakin tinggi dan panjang badan, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang mulai tumbuh.

Perubahan psikologis ditandai dengan pembentukan konsep diri. Pada masa transisi dari periode anak-anak ke dewasa pembentukan konsep diri sebagai orang dewasa dimulai. Secara psikologik kedewasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri tertentu pada seseorang. Ciri-ciri tersebut menurut G.W. Allport (dikutip dari Dr. Sarlito W. Sarwono, hal 71, 1994) adalah :

1. Pemekaran diri sendiri (extension of the self) yang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri. Perasaan egoisme berkurang, sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki.
2. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk memiliki wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran. Ia tidak marah jika dikritik dan di saat-saat yang diperlukan ia bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar.
3. Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life), tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata. Orang dewasa tahu dengan tepat tempatnya dalam rangka susunan objek-objek lain di dunia. Ia tahu kedudukannya dalam masyarakat, ia paham bagaimana harusnya ia bertingkah laku dalam kedudukan tersebut dan ia berusaha mencari jalannya sendiri menuju sasaran yang ia tetapkan sendiri.

Ciri-ciri yang disebutkan Allport tersebut dimulai -- secara fisik-- tumbuh tanda-tanda seksual sekunder, seperti menyukaii lawan jenisnya,jatuh cinta dan memiliki idola.
Usia-usia perubahan atau masa pancaroba/pubertas inilah menimbulkan permasalahan tersendiri dan unik yang dialami para remaja. Jika tidak dihadapi dan diarahkan baik oleh remaja tersebut maupun keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya tentunnya akan menimbulkan persoalan yang cukup rumit dan membingungkan.
Imempengaruhi remaja tersebut. Perubahan-perubahan ini harus diarahkan dan diberikan pengertian yang benar agar perilaku remaja tersebut tidak menyimpang dan mampu menempatkan fungsi-fungsi reproduksinya sesuai dengan aturan kesehatan dan syariat (agama)